Apa
yang dimaksud dengan asma???
Secara umum asma diketahui
merupakan suatu gejala penyempitan pada saluran pernapasan yang dikarenakan Hiperaktivitas terhadap rangsangan
tertentu. Penyebabnya dapat diakibatkan oleh factor stress fisik maupun stress psikis.
Maksud dari stress fisik disini bisa disebabkan karena olahraga atau karena si
penderita mengalami alergi terhadat serbuk sari, dingin, atau debu. Sedangkan
stress psikis maksudnya penyakit ini dapat timbul karena si penderita mengalami
depresi, tekanan, atau karena terkejut.
Orang yang sedang mengalami
serangan asma akan terlihat berusaha keras untuk bernapas, hal ini disebabkan
terjadinya kejang pada otot polos di bronki yang menyebabkan pembengkakan pada
jaringan yang melapisi saluran pernapasan karena peradangan (inflamasi) dan
pengeluaran lender ke saluran pernapasan. Hal ini menyebabkan penyempitan
diameter saluran pernapasan penderita asma.
Bagaimana
frekuensi serangannya???
Frekuensi serangan asma sangat
bervariasi. Ada yang hanya mengalami sesak napas sesaat namun ada pula yang
mengalami batuk dan bengek (mengi) serta mengalami serangan hebat setelah
terinfeksi serangan virus atau alergen dan stress lainnya. Menangis dan tertawa
keras juga dapat menimbulkan serangan asma. Pada serangan yang sangat berat,
penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya sangat hebat.
Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita
seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan
sebentar kemudian segera tertidur kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan)
merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu
segera dilakukan pengobatan. Meskipun telah mengalami serangan yang berat,
biasanya penderita akan sembuh
sempurna.
Apasih
obatnya???
Agonis reseptor beta-adrenergik merupakan obat terbaik untuk
mengurangi serangan asma yang terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah
serangan yang mungkin dipicu oleh olahraga. Bronkodilator ini merangsang
pelebaran saluran udara oleh reseptor beta-adrenergik. Bronkodilator
yang bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik (misalnya adrenalin),
menyebabkan efek samping berupa denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit kepala dan tremor (gemetar) otot. Bronkodilator
yang hanya bekerja pada reseptor beta2-adrenergik (yang terutama
ditemukan di dalam sel-sel di paru-paru), hanya memiliki sedikit efek samping
terhadap organ lainnya. Bronkodilator ini (misalnya albuterol),
menyebabkan lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan bronkodilator
yang bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik. Sebagian besar bronkodilator
bekerja dalam beberapa menit, tetapi efeknya hanya berlangsung selama 4-6 jam. Bronkodilator
yang lebih baru memiliki efek yang lebih panjang, tetapi karena mula
kerjanya lebih lambat, maka obat ini lebih banyak digunakan untuk mencegah
serangan. Bronkodilator tersedia dalam bentuk tablet, suntikan atau inhaler (obat
yang dihirup) dan sangat efektif. Penghirupan bronkodilator akan
mengendapkan obat langsung di dalam saluran udara, sehingga mula kerjanya
cepat, tetapi tidak dapat menjangkau saluran udara yang mengalami penyumbatan
berat. Bronkodilator per-oral (ditelan) dan suntikan dapat
menjangkau daerah tersebut, tetapi memiliki efek samping dan mula kerjanya
cenderung lebih lambat.
Jenis bronkodilator lainnya
adalah theophylline. Theophylline biasanya diberikan per-oral
(ditelan); tersedia dalam berbagai bentuk, mulai dari tablet dan sirup
short-acting sampai kapsul dan tablet long-acting. Pada serangan asma yang
berat, bisa diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah).
Jumlah theophylline di dalam darah bisa diukur di laboratorium dan harus
dipantau secara ketat, karena jumlah yang terlalu sedikit tidak akan memberikan
efek, sedangkan jumlah yang terlalu banyak bisa menyebabkan irama jantung abnormal
atau kejang. Pada saat pertama kali mengonsumsi theophylline, penderita
bisa merasakan sedikit mual
atau gelisah. Kedua efek samping tersebut, biasanya hilang saat tubuh dapat
menyesuaikan diri dengan obat. Pada dosis yang lebih besar, penderita bisa
merasakan denyut
jantung yang cepat atau palpitasi (jantung berdebar). Juga bisa terjadi insomnia
(sulit tidur), agitasi (kecemasan, ketakuatan), muntah, dan kejang.
Corticosteroid menghalangi respon peradangan dan
sangat efektif dalam mengurangi gejala asma. Jika digunakan dalam jangka
panjang, secara bertahap corticosteroid akan menyebabkan berkurangnya
kecenderungan terjadinya serangan asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara
terhadap sejumlah rangsangan.
Tetapi
penggunaan tablet atau suntikan corticosteroid jangka panjang bisa
menyebabkan:
- gangguan
proses penyembuhan luka
- terhambatnya
pertumbuhan anak-anak
- hilangnya
kalsium dari tulang
- perdarahan
lambung
- katarak
prematur
- peningkatan
kadar gula darah
- penambahan
berat badan
- kelaparan
- kelainan
mental.
Tablet atau suntikan corticosteroid
bisa digunakan selama 1-2 minggu untuk mengurangi serangan asma yang berat.
Untuk penggunaan jangka panjang biasanya diberikan inhaler corticosteroid
karena dengan inhaler, obat yang sampai di paru-paru 50 kali lebih
banyak dibandingkan obat yang sampai ke bagian tubuh lainnya. Corticosteroid
per-oral (ditelan) diberikan untuk jangka panjang hanya jika pengobatan
lainnya tidak dapat mengendalikan gejala asma.
Cromolin dan nedocromil diduga
menghalangi pelepasan bahan peradangan dari sel mast dan menyebabkan
berkurangnya kemungkinan pengkerutan saluran udara. Obat ini digunakan untuk
mencegah terjadinya serangan, bukan untuk mengobati serangan. Obat ini terutama
efektif untuk anak-anak dan untuk asma karena olah raga. Obat ini sangat aman,
tetapi relatif mahal dan harus diminum secara teratur meskipun penderita bebas
gejala.
Obat antikolinergik (contohnya atropin
dan ipratropium bromida) bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos
dan pembentukan lendir yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetilkolin.
Lebih jauh lagi, obat ini akan menyebabkan pelebaran saluran udara pada
penderita yang sebelumnya telah mengonsumsi agonis reseptor beta2-adrenergik.
Pengubah leukotrien (contohnya montelucas, zafirlucas dan zileuton)
merupakan obat terbaru untuk membantu mengendalikan asma. Obat ini mencegah
aksi atau pembentukan leukotrien (bahan kimia yang dibuat oleh tubuh
yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala asma).
Sumber : dr.Yuli Heryawan Sp.P,
Wikipedia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar