Rabu, 18 Mei 2011

Tentang Keadilan

Pengertian Keadilan

Al-qur’an menggunakan pengertian yang berbeda-beda bagi kata atau istilah yang bersangkut-paut dengan keadilan. Bahkan kata yang digunakan untukmenampilkan sisi atau wawasan keadilan juga tidak selalu berasal dari akar kata'adl. Kata-kata sinonim seperti qis th,hukm dan sebagainya digunakan oleh Al-qur ’an dalampengertian keadilan. Sedangkan kata' adl dalam berbagai bentuk konjugatifnya bisa sajakehilangan kaitannya yang langsung dengan sisi keadilan itu (ta'dilu, dalam artimempersekutukan Tuhan dan' adl dalam arti tebusan).
Allah SWT. Berfirman :
Artinya :Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agarkamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl : 90)
Kalau dikatagorikan, ada beberapa pengertian yang berkaitan dengan keadilan dalam Al-qur’an dari akar kata'adl itu, yaitu sesuatu yang benar, sikap yang tidakmemihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambilkeputusan hendaknya kalian menghukumi atau mengambil keputusan atas dasar keadilan. Secara keseluruhan, pengertian-pengertian di atas terkait langsung dengan sisi keadilan, yaitu sebagai penjabaran bentuk-bentuk keadilan dalam kehidupan. Dariterkaitnya beberapa pengertian kata‘adl dengan wawasan atau sisi keadilan secaralangsung itu saja, sudah tampak dengan jelas betapa porsi "warna keadilan" mendapattempat dalam Al-qur’an , sehingga dapat dimengerti sikap kelompok Mu'tazilah danSyi'ah untuk menempatkan keadilan ('adalah) sebagai salah satu dari lima prinsip utamaal-Mabdi al-Khamsah.) dalam keyakinan atau akidah mereka.Kesimpulan di atas juga diperkuat dengan pengertian dan dorongan Al-qur’an agarmanusia memenuhi janji, tugas dan amanat yang dipikulnya, melindungi yangmenderita, lemah dan kekurangan, merasakan solidaritas secara konkrit dengan sesamewargamasyarakat, jujur dalam bersikap, dan seterusnya.
Hal-hal yang ditentukan sebagai capaian yang harus diraih kaum Muslim itu menunjukkan orientasi yang sangat kuat akar keadilan dalam Al-qur ’an. Demikian pula,wawasan keadilan itu tidak hanya dibatasi hanya pada lingkup mikro dari kehidupanwarga masyarakat secara perorangan, melainkan juga lingkup makro kehidupan masyarakat itu sendiri. Sikap adil tidak hanya dituntut bagi kaum Muslim saja tetapijuga mereka yang beragama lain. Itupun tidak hanya dibatasi sikap adil dalam urusan-urusan mereka belaka, melainkan juga dalam kebebasan mereka untuk mempertahankan keyakinan dan melaksanakan ajaran agama masing-masing. 
Yang cukup menarik adalah dituangkannya kaitan langsung antara wawasanatau sisi keadilan oleh Al- qur’an dengan upaya peningkatan kesejahteraan danpeningkatan taraf hidup warga masyarakat, terutama mereka yang menderita dan lemahposisinya dalam percaturan masyarakat, seperti yatim-piatu, kaum muskin, janda,wanita hamil atau yang baru saja mengalami perceraian. Juga sanak keluarga (dzawil qurba) yang memerlukan pertolongan sebagai pengejawantahan keadilan.
Orientasi sekian banyak "wajah keadilan" dalam wujud konkrit itu ada yang berwatak karikatifmaupun yang mengacu kepada transformasi sosial, dan dengan demikian sedikit banyakberwatak straktural. Fase terpenting dari wawasan keadilan yang dibawakan Al-qur’an itu adalah sifatnya sebagai perintah agama, bukan sekedar sebagai acuan etis ataudorongan moral belaka. Pelaksanaannya merupakan pemenuhan kewajiban agama, dan dengan demikian akan diperhitungkan dalam amal perbuatan seorang Muslim di hariperhitungan (yaum al-hisab) kelak. Dengan demikian, wawasan keadilan dalamAl - qur’an mudah sekali diterima sebagai sesuatu yang ideologis, sebagaimana terbukti dari evolusi yang dibawakan Ayatullah Khomeini di Iran. Sudah tentudengansegenap bahaya-bahaya yang ditimbulkannya, karena ternyata dalam sejarah, keadilanideologis cenderung membuahkan tirani yang mengingkari keadilan itu.Sebab kenyataan penting juga harus dikemukakan dalam hal ini: bahwa sifat dasarwawasan keadilan yang dikembangkan Al-qur ’an ternyata bercorak mekanistik, kurang bercorak reflektif. Ini mungkin karena "warna" dari bentuk konkrit wawasan keadilanitu adalah "warna" hukum agama, sesuatu yang katakanlah legal-formalistik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar